Reaksi
pencoklatan browning terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan
non-enzimatis. Reaksi pencoklatan
enzimatis ini berefek baik pada produk seperti teh, kopi, kakao, dan buah kering (kismis, plum, kurma, dan buah
ara). Meskipun begitu, pencoklatan enzimatik juga
dianggap berefek negatif untuk
sebagian buah-buahan dan sayuran tropis maupun subtropis. Pencoklatan enzimatis ini tidak diinginkan pada
irisan buah, jus dan beberapa macam
jenis sayuran lainnya. Pencoklatan enzimatis dapat mempengaruhi warna, rasa, dan nilai gizi dari
makanan, dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang luar biasa.
Reaksi
pencoklatan enzimatis biasa terjadi pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang
memiliki senyawa fenolik. Senyawa ini berfungsi sebagai substrat bagi enzim
polifenoloksidase (PPO/1,2-benzenediol/oxygen oxidoreductase; EC 1.10.3.1).
Terdapat berbagai macam senyawa fenolik, yaitu katekin dan turunannya
(tirosin), asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin. Pada jaringan
tanaman, enzim PPO dan substrat fenolik dipisahkan oleh struktur sel sehingga
tidak terjadi pencoklatan. Untuk memicu terjadinya reaksi pencoklatan, harus
ada reaksi antara enzim PPO, substrat fenolik, serta oksigen. Reaksi
pencoklatan mengubah struktur kuinol menjadi kuinon.
Untuk mengontrol
pencoklatan enzimatis dapat dilakukan inaktifasi PPO dengan panas, penghambatan
PPO secara kimiawi (dengan asidulan, pengaturan pH, pengkelat, atau kofaktor
esensial yang terikat pada enzim), agen pereduksi (asam askorbat &
eritrobat), pengurangan oksigen (pengemasan vakum, perendaman gula, pelapisan
edible film), enzim proteolitik, ataupun dengan madu.
B.
PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Seringkali saat
kita mengupas/memotong buah seperti apel, pir, dan pisang lalu membiarkannya
begitu saja, akan menimbulkan warna yang kecoklatan pada buah tersebut. Gejala
tersebut dinamakan pencoklatan enzimatis
(enzymatic browning), yaitu proses
terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara alami karena aktifitas enzim
polifenoloksidase.
Browning secara
enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa
fenolik. Senyawa fenolik umumnya bertindak sebagai substrat dalam proses
browning enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Proses pencoklatan enzimatik
akan terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol oksidase dan oksigen
dengan substrat tersebut. Pada pencoklatan enzimatis seperti pada buah apel dan
buah lain setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol
Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol
menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus
O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.
Berikut ini
merupakan beberapa cara untuk mencegah pencoklatan enzimatis, antara lain:
1.
Penggunaan
pisau stainless
Dari hasil
pengamatan praktikum, rata-rata pisau stainless dengan kualitas baik yang
digunakan untuk mengupas dan mengiris bahan memberikan hasil pencoklatan yang
lebih lama dengan pisau stainless dengan
kualitas biasa. Hal tersebut terjadi karena pisau stainless adalah
jenis pisau besi yang dilapisi baja tahan
asam dan basa sehingga tidak
mudah berkarat karena tidak mudah
mengalami oksidasi
Pisau stainless
biasa lebih mudah teroksidasi dan akan cepat menyebabkan karat, jika dipakai
untuk mengiris bahan pangan maka bahan pangan tersebut akan cepat teroksidasi
dan akan cepat menjadi coklat. Hal ini juga disebabkan karena aktivitas
kresolase dimana terbentuknya kompleks protein-tembaga dengan menggabungkan
satu molekul oksigen dengan protein tempat atom kupro yang berdampingan
terikat. Aktivitas kresolase melibatkan tiga tahap yang dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Protein-Cu+-O2 +
monofenol →Protein-Cu2+ + o-kuinon + H2O
2.
Rendaman
dalam air
Secara
berurutan lama pencoklatan buah yang tanpa perlakuan khusus < direndam dalam
air < direndam dalam larutan asam sitrat < direndam dalam larutan sulfit
(ket: < = lebih cepat). Potongan buah
yang hanya direndam dalam air memberikan efek browning yang lebih lama
dengan yang tidak direndam. Perendaman dapat mengurangi kontak buah
dengan oksigen yang merupakan salah satu komponen yang dapat memicu reaksi
enzim polifenoloksidase.
3.
Rendaman
dalam larutan asam sitrat
Salah
satu upaya untuk mencegah pencoklatan buah akibat oksidasi enzim dapat
digunakan antioksidan (salah satunya vitamin C). Vitamin C (absorbic acid) akan
menghambat enzim di dalam apel untuk bereaksi dengan oksigen atau dengan kata
lain kerja enzim dirusak oleh vitamin C. Asam sitrat dalam hal ini fungsinya
hampir menyerupai vitamin C dengan mekanisme merusak enzim yang dapat
menyebabkan pencoklatan.
4.
Rendaman
dalam larutan sulfit
Sulfit
memberikan hasil pencoklatan yang lebih lama kan dengan perlakuan yang lainnya.
Sulfit merupakan salah satu zat pengawet anorganik, Larutan sulfit bertujuan
untuk mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non enzimatis. Pada
browning non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang
mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga
mencegah timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan
mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis
oksidasi senyawa fenolik penyebab browning.
Percobaan
pencoklatan enzimatis telah dilakukan pada komoditi pisang, kentang, Apel Granny dan Fuji, salak, serta pir.
Berikut ini merupakan penguraian hasil pengamatan percobaan tersebut.
Pir
Pir
|
Substrat
fenolik pada pir adalah Chlorogenic acid, catechol, catechin, caffeic acid,
DOPA, 3,4-dihydroxy benzoic acid, dan p-cresol. Substrat tersebut diperlukan
bersama dengan oksigen dan enzim PPO untuk menghasilkan pigmen pir menjadi
coklat. Pada hasil percobaan, dapat terlihat bahwa pir yang diiris dengan pisau
stainless dengan kualitas baik lebih lambat menghasilkan reaksi pencoklatan
dibanding dengan irisan pisau stainless biasa.
No comments:
Post a Comment