Keseluruhan air yang
ada di atas dan di dalam bumi, 97 % dari padanya terdapat di dalam laut dan
larutan yang bergaram, dan 2.25 % terdapat di dalam salju dan es. Jumlah air
tawar yang tersedia dan siap dipakai manusia sangat terbatas, tetapi kebutuhan
akan air ini selalu meningkat karena meningkatnya populasi dan kegiatan manusia
di segala bidang (Asmadi dkk, 2011). Mengingat fungsi air yang begitu penting,
tentunya kualitas air untuk kebutuhan sehari-hari juga harus diperhatikan.
Hasil survei Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, kondisi pencemaran air di
Indonesia telah meningkat hingga 30 %. Angka tersebut didapat dari pemantauan
terhadap 52 sungai di Tanah Air mulai dari 2006 sampai 2011. Salah satu limbah
yang mencemari badan sungai adalah limbah cair dari industri tahu. Pengelola
industri tahu membuang air limbahnya ke
sungai. Terutama untuk kawasan industri tahu tersebut sudah dilengkapi dengan
IPAL, namun beberapa industri tahu tetap membuang air limbahnya ke sungai
karena kondisi geografis yang tidak memungkinkan. Limbah cair tahu yang dibuang
di sungai ini menyebabkan pencemaran di badan sungai, air sungai yang tercemar
menjadi berwarna hitam dengan bau yang sangat menyengat di daerah sekitar
bantaran sungai dan mengganggu keindahan kota. Limbah cair tahu dapat mencemari
badan sungai karena mengandung kadar BOD, COD, TSS yang tinggi. Berikut ini
merupakan gambar limbah cair industri tahu :
Gambar 1. Limbah
Cair Industri Tahu yang Belum Dimanfaatkan
Gambar 2. Limbah
Cair Industri Tahu
Limbah cair mengalami
proses penguraian bahan-bahan organik yang dilakukan oleh bakteri, dimana dalam
prosesnya tersebut akan terbentuk senyawa-senyawa, salah satunya adalah amonia
(NH3) yang juga turut menyumbangkan bau menyengat pada limbah cair
tahu. Menurut Ginting (2007), amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3.
Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas. Walaupun
amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia
sendiri adalah senyawa kausatik dan dapat mengganggu kesehatan. Amonia dalam
air permukaan selain berasal dari air seni dan tinja, juga berasal dari
oksidasi zat organik secara mikrobiologi di alam atau air buangan industri dan
penduduk. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun 2010,
kadar maksimum amonia dalam air limbah di kawasan industri adalah 20 mg/l.
Salah satu pengolahan yang sering dilakukan untuk menurunkan kadar amonia
adalah filtrasi. Arang aktif atau yang biasa disebut karbon aktif merupakan
sejenis absorben (penyerap) yang berwarna hitam, berbentuk granula, bulat,
pelet atau bubuk (Kusnaedi, 2010). Karbon aktif selain menjadi media filter
juga mempunyai daya serap yang baik. Berdasarkan penelitian Harahap (2013),
menyebutkan bahwa media biofilter tempurung kelapa sawit dapat menurunkan kadar
amonia limbah cair industri tempe sebesar 43,42 % dengan variasi waktu tinggal
1 hari, 3 hari dan 5 hari. Berdasarkan penelitian Aryani (2010), media filter
karbon aktif dapat menurunkan kadar amonia limbah cair Rumah Sakit dengan
variasi ketebalan 45 cm, 55 cm, 65 cm, 75 cm, dan 85 cm, dimana ketebalan
paling efektif yaitu 85 cm dengan penurunan 97,96 %. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan tersebut, penulis menggagas media filter karbon aktif
berbahan tempurung kelapa dalam menurunkan kadar amonia limbah cair industri
tahu.
Tinjauan
Pustaka
a.
Limbah
Cair Industri Tahu
Limbah tahu berasal dari buangan
atau sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang terbuang karena tidak terbentuk
dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi. Limbah tahu terdiri
atas dua jenis yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair merupakan bagian
terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Limbah ini terjadi karena adanya
sisa air tahu yang tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses
penggumpalan yang tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat
menimbulkan bau tidak sedap bila dibiarkan (Nohong, 2010).
Limbah cair industri tahu mengandung
bahan-bahan organik yang tinggi terutama protein dan asam-asam amino. Adanya
senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu
mengandung BOD, COD, dan TSS yang tinggi (Husin, 2003). Bahan-bahan organik
yang terkandung di dalam limbah industri cair tahu pada umumnya sangat tinggi.
Senyawa-senyawa organik tersebut dapat berupa protein, karbohidrat dan lemak.
Senyawa protein memiliki jumlah yang paling besar yaitu mencapai 40%-60%,
karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%. Bertambah lama bahan-bahan organik dalam
limbah cair tahu, maka volumenya semakin
meningkat (Sugiharto, 1994).
Limbah cair tahu mengandung bahan
organik berupa protein yang dapat terdegradasi menjadi bahan anorganik.
Degradasi bahan organik melalui proses oksidasi secara aerob akan menghasilkan
senyawa-senyawa yang lebih stabil. Dekomposisi bahan organik pada dasarnya
melalui dua tahap yaitu bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Bahan
anorganik yang tidak stabil mengalami oksidasi menjadi bahan onorganik yang
stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit dan nitrat (Effendi,
2003).
b.
Arang
Aktif
Struktur arang/karbon aktif
menyerupai struktur grafit. Grafit mempunyai susunan seperti plat-plat yang
sebagian besar terbentuk dari atom karbon yang berbentuk heksagonal. Jarak
antara atom karbon dalam masing-masing lapisan adalah sebesar 1,42 A. Pada
grafit, jarak antara plat-plat lebih dekat dan terikat lebih teratur daripada
struktur karbon aktif.
Gambar 3.
Struktur Grafit dan Struktur Umum Karbon Aktif (Hendra, dkk, 2009)
c.
Tempurung
Kelapa
Menurut Food and Agriculture
Organization (FAO) dalam Suhartana (2011), Asia Pasifik mampu menghasilkan 82%
produk kelapa dunia, sedangkan sisanya diproduksi atau dihasilkan oleh negara
di Afrika dan Amerika Selatan. Terdapat 12 negara yang tercatat sebagai
penghasil kelapa terbesar, yaitu India (13,01%), Indonesia (33,94%), Malaysia
(3,93%), Papua New Guinea ( 2,72%), Philipina (36,25%). Di Indonesia, bahan
baku untuk membuat arang aktif sebagian besar telah menggunakan limbah
tempurung kelapa. Dilain pihak bahan baku yang dapat dibuat menjadi arang aktif
adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun barang tambang seperti batu bara. Bahan-bahan
tersebut adalah berbagai jenis kayu, sekam padi, tulang binatang, batu bara,
tempurung kelapa, kulit biji kopi, bagase, dan lain-lain (Hoyashi et al., 1984
dalam Hendra dkk., 1999).
Tanaman kelapa disebut juga sebagai
tanaman serbaguna karena dari akar sampai pada daun kelapa bermanfaat. Buah
adalah bagian utama dari tanaman kelapa yang berperan sebagai bahan baku
industri. Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu sabut kelapa,
tempurung kelapa, daging buah, dan air kelapa. Sabut kelapa merupakan bahan
berserat dengan ketebalan sekitar 5 cm dan merupakan bagian terluar dari buah
kelapa. Tempurung kelapa terletak di sebelah dalam sabut, ketebalannya sekita
3,5 mm. Ukuran buah kelapa dipengaruhi oleh ukuran tempurung kelapa yang sangat
dipengaruhi oleh usia dan perkembangan tumbuhan kelapa. Tempurung kelapa
beratnya antara 15-19% berat kelapa (Suhartana, 2011).
Berdasarkan
penelitianyang telah dilakukan Hendra (2010), kondisi optimum untuk membuat arang
aktif dengan kualitas terbaik dari bahan baku tempurung kelapa yaitu pada suhu
850oC. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Faradina dan
Setiawati (2010), arang diaktifkan dengan menggunakan senyawa kimia yaitu ZnCl2
sebagai aktivator sehingga pori-pori permukaan arang menjadi lebih luas. Hal
ini akan memudahkan proses penyerapan.
d. Tinjauan Tentang Adsorpsi
Adsorpsi dalam arang aktif terjadi
secara fisik. Proses adsorpsi terjadi karena sifat yang dimiliki arang aktif
sebagai penyerap, penyaring molekul, katalis, dan penukar ion. Adsorpsi secara
umum adalah proses mengumpulkan benda-benda terlarut yang terdapat dalam
larutan antara dua permukaan. Antar permukaan tersebut seperti zat padat dan
zat cair, zat padat dan gas, zat cair dan zat cair, atau gas dan zat cair.
Walaupun proses tersebut dapat terjadi pada seluruh permukaan benda, maka yang
sering terjadi adalah bahan padat yang mengadsorpsi partikel yang berada di
dalam air limbah. Bahan yang akan diadsorpsi disebut sebagai adsorbat atau
solute sedangkan bahan yang mengadsorpsi disebut sebagai adsorben (Sugiharto,
1987). Adsorpsi juga merupakan suatu akibat dari medan gaya pada permukaan
padatan (adsorben) yang menarik molekul-molekul gas atau cair (Basuki, dkk.,
2008).
Menurut Reynold (1982) dalam Basuki,
dkk., (2008), adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada
suatu permukaan akibat dari adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda,
sehingga akhirnya akan membentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus
pada permukaan tersebut. Adsorpsi zat dari larutan mirip dengan adsorpsi gas
oleh zat padat. Adsorpsi bersifat selektif. Yang diadsorpsi hanya zat terlarut
atau pelarut. Bila dalam larutan ada dua zat atau lebih, zat yang satu akan
diadsorpsi lebih kuat dari zat yang lain. Zat-zat yang dapat menurunkan
tegangan muka antara, lebih kuat diadsorpsi. Semakin tinggi temperatur, semakin
kecil daya adsorpsi. Namun demikian, pengaruh temperatur tidak sebesa r
adsorpsi pada gas (Sukardjo, 1985).
Adsorpsi yang terjadi pada permukaan
zat padat disebabkan oleh gaya valensi atau gaya tarik-menarik dari atom atau
molekul pada lapisan paling luar dari zat padat. Adsorpsi ini tergantung pada
sifat zat padat yang mengadsorpsi sifat molekul yang diadsorpsi, konsentrasi,
tekanan, dan temperatur. Untuk sejumlah besar adsorben dengan luas permukaan
tertentu, banyaknya zat yang diadsorpsi tergantung pada konsentrasi atau
tekanan dari zat disekitar adsorben. Semakin tinggi konsentrasi, semakin banyak
yang diadsorpsi. Proses adsorpsi termasuk pemisahan senyawa dari satu fase yang
terakumulasi atau terkumpul pada permukaan lain. Permukaan karbon yang mampu
menarik molekul organik misalnya merupakan salah satu contoh mekanisme jerapan,
begitu juga yang terjadi pada antar muka air-udara, yaitu mekanisme yang
terjadi pada suatu protein skimmer (Anonim, 2011). Sesuai dengan jenis ikatan
yang terdapat antara molekul bahan yang diadsorpsi dan permukaan adsorbennya,
maka adsorpsi dibedakan atas dua jenis, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi
kimia. Adsorpsi kimia tidak begitu berarti bagi pemisahan dan pemurnian bahan,
namun memegang peranan penting pada proses-proses katalisis.
a. Adsorpsi
fisika
Terjadi pada zat yang bersuhu rendah
dengan penyerapan relatif rendah. Penyerapan secara fisika relatif tidak
spesifik karena kerjanya lambat terhadap daya tarik antara molekul - molekul.
Maka dapat dikatakan bahwa gaya yang menahan terserapnya molekul-molekul gas
atau cairan oleh zat padat tersebut sama dengan gaya kohesi molekul pada fase
cair. Adsorpsi fisika disebabkan oleh antaraksi gaya Van Deer Waals, yaitu dua
atau lebih partikel dalam bentuk suspensi yang masing-masing memiliki parameter
berbeda, kemudian bergabung menjadi satu sehingga bentuk dan berat molekul
gabungan ini menjadi bertambah. Tidak ada redistribusi nyata dari densitas
elektron atau pada permukaan substrat.
b. Adsorpsi
kimia
Pada adsorpsi kimia, partikel
melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang meliputi pengaturan
ulang dari densitas elektron yang terbentuk diantara adsorbat dan substrat yang
cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan
substrat. Adsorpsi fisik dan kimia juga dikenali dari perubahan panas yang
terjadi. Proses adsorpsi kimia berada dalam orde panas reaksi. Sedangkan panas
adsorpsi fisika khususnya pada campuran gas lebih besar dan mencapai 2-3 kali
panas kondensasi bahan yang diadsorpsi (Bernasconi, dkk., 1995 dalam Atkins,
1997). Karakteristik dari kedua proses adsorpsi dapat dilihat pada tabel 8
berikut.
Tabel 8. Karakteristik Proses Adsorpsi
Metode
Penelitian
Pertimbangan pemilihan
sampel limbah cair industri tahu tersebut meliputi :
1.
Industri yang tidak bisa mengalirkan
limbah cairnya ke IPAL.
2.
Industri tahu dengan produksi yang
banyaksetiap harinya yaitu sekitar 4 kwintal/hari.
3.
Mempunyai kadar amonia yang paling
tinggi.
Alat dan Bahan :
Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bak filter, bak penampung, jerigen
plastik ukuran 30 l sebanyak 3 buah, botol air mineral ukuran 600ml sebanyak 12
buah, gelas ukur, spektrofotometri, pHmeter, termometer, dan alat tulis. Bahan-bahan
yang digunakan adalah sampel limbah cair tahu, karbon aktif, aquades.
Pengukuran
Parameter :
Pengukuran parameter
dilakukan sebelum dan sesudah proses filtrasi meliputi pH, suhu dan kadar
amonia.
B.
Rencana Pengukuran Parameter
1. Pengukuran
pH Limbah Cair Tahu
Tujuan
pengukuran parameter untuk mendapatkan baku mutu yang telah ditetapkan yaitu pH
6,0-9,0. Menurut Rahayu dkk (2013), salah satu karakteristik khusus limbah cair
tahu adalah memiliki nilai pH < 7. Kadar pH yang baik adalah kadar pH yang
masih memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik, pH
yang baik bagi air minum dan air limbah adalah pH netral (pH 7) (Sugiharto,
2008).
2.
Penurunan Kadar Amonia Limbah Cair Tahu
Berdasarkan
penelitian Suyata (2009), bahwa kadar amonia limbah cair tahu dapat diturunkan
dengan melakukan variasi lama kontak dengan karbon aktif. Penelitian tersebut
menggunakan variasi lama kontak karbon aktif selama 1 menit, 10 menit, 30
menit, 45 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit, dimana didapat lama kontak
karbon aktif yang paling efektif dalam menurunkan kadar amonia limbah cair tahu
adalah lama kontak 30 menit dengan tingkat penurunan 64,69%. Penelitian Suyata
ini juga menggunakan variasi pH 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10, didapatkan bahwa
dalam kondisi pH asam maupun basa karbon aktif masih dapat bekerja efektif
menurunkan kadar amonia namun pH 7 dapat menurunkan kadar amonia lebih besar.
Dalam
proses pengolahan air limbah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada karbon aktif :
a. Lama
Kontak
Karbon
aktif merupakan jenis absorben yang sering digunakan dalam bidang industri dan
pengolahan air. Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan air limbah biasanya
digunakan sebagai penghilang zat-zat yang terkandung dalam air limbah baik
organik maupun anorganik. Karbon aktif bekerja dengan menyerap zat-zat yang
terkandung dalam air , dalam proses penyerapannya karbon aktif memerlukan waktu
untuk bereaksi dengan zat-zat tersebut. Berdasarkan penelitian Suyata (2009),
diketahui bahwa dengan lama kontak 30 menit dapat menurunkan kadar amonia
limbah cair tahu 64,69%, dan lebih besar dari hasil penurunan pada lama kontak
1 menit dan 10 menit. Selain digunakan dalam pengolahan limbah, karbon aktif
juga dapat digunakan dalam pengolahan air. Dalam penelitian Nurullita dkk
(2010), lama kontak 40 menit dapat menurunkan kesadahan air sumur sebesar 91%.
Dalam penelitian ini, penurunan kadar amonia yang paling besar yaitu pada lama
kontak 7 menit yaitu sebesar 34,87% dari kadar amonia awal dan lebih besar jika
dibandingkan dengan lama kontak 3 menit dan 5 menit.
b. Titik
Jenuh Karbon Aktif
Karbon aktif sering
digunakan sebagai media filtrasi dalam pengolahan air. Dalam penggunaannya,
sering ditemukan kejadian bahwa karbon aktif yang tidak lagi bekerja secara
optimal atau tidak efektif menyerap zat-zat yang terkandung dalam air. Hal ini
bisa disebabkan karbon aktif sudah mengalami kejenuhan karena pori-porinya yang
sudah terlalu banyak menyerap zat-zat disekitarnya sehingga tertutup dan tidak
bisa menyerap zat-zat lagi. Menurut Kusnaedi (2010), karbon aktif yang digunakan sebagai media penyaring,
secara berkala harus dicuci atau apabila sudah lama dan sering dipakai harus
diganti dengan yang baru atau diaktivasi kembali. Belum ada penelitian yang
mendalam tentang berapa lama waktu karbon aktif dapat digunakan secara efektif
sampai mengalami titik kejenuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Ancaman Polusi Kota Makassar di Ambang Batas. Makassar:
Berita
Kota.
Arifin, Zainal, dan Sukoco. 2009. Pengendalian Polusi
Kendaraan. Bandung: ALFABETA.
Aryani
L. 2010. Efektivitas Variasi Ketebalan Arang Aktif untuk Menurunkan Kadar Amoniak
(NH3) dalam Limbah Cair Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
Semarang.[Skripsi].Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.
Asmadi K dan Kasjono H.S. 2011.
Teknologi Pengolahan Air Minum. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Basuki, K. R., Setiawan, D., dan Nurimaniwathy. 2008. Penurunan Konsentrasi
CO
dan NO2
pada Emisi Gas Buang Menggunakan Arang Tempurung Kelapa yang disisipi TiO2
(online), 4 (1), (http://www.digilb.batan.go.id, diakses 4 Desember 2016).
Depkes RI. 2012. Survei Kementerian
Lingkungan Hidup tentang Kondisi Pencemaran Air di Indonesia tahun 2006-2011
Jakarta: Depkes RI.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta : Kanisius.
Ginting P. 2007. Sistem Pengolahan
Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung: Yrama Widya.
Harahap S. 2013. Pencemaran Perairan
Akibat Kadar Amoniak yang Tinggi dari Limbah Cair Industri Tempe. Jurnal
Akuatika.Vol. IV No. 2/ September 2013 (183-194) ISSN 0853-2523.
Hendra, Dj., Pari, G. 2009. Pembuatan Arang Aktif dari Tandan Kosong Kelapa
Sawit.
Buletin Penelitian Hasil Hutan, Jakarta.
Husin, A. 2003. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu
Menggunakan Biji Kelor
(Moringa
oleifera) Sebagai Koagulan. Laporan penelitian Dosen Muda Fakultas Teknik
Universitas Sumatra Utara.
Iskandar. 2012. Analisis Unsur Karbon Aktif Tempurung Kelapa dengan Metode
Analisis
Ultimat (Ultimate Analysis). Skripsi-S1, Universitas Haluoleo. Kendari
Kusnaedi.
2010. Mengolah Air Kotor untuk Air Minum. Bekasi: Penebar Swadaya.
Nohong. 2010. Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Bahan Penyerap Logam Krom,
Kadmiun dan Besi Dalam Air Lindi TPA. Jurnal Pembelajaran Sains. Vol. 6, No. 2:
257-269. Kendari: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Haluoleo Kendari.
Nurullita U., Astuti R., Arifin M.Z.
2010. Pengaruh Lama Kontak sebagai Media Filter terhadap Presentase Penurunan
Kesadahan CaCO3 Air Sumur Artesis. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol.
6 No. 1 Tahun 2010.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kawasan Industri.
Rahayu E.S., Siti R., Andika S., Tri P.,
Saiful R. 2013. Teknologi Proses Produksi Tahu. Yogyakarta: Kanisius.
Standar Nasional Indonesia. 1995. (Dalam Suryani,
2009), SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis. Dewan Standarisasi Nasional,
Jakarta.
Suhartana. 2011. Pemanfaatan Tempurung Kelapa sebagai Bahan Baku Arang
Aktif dan Aplikasinya untuk Penjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan
Ngaringan Kabupaten Grobogan. Skripsi S1 Universitas Diponegoro.
Sugiharto. 1994. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Sugiharto. 2008. Dasar-Dasar Pengolahan
Air Limbah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Suyata I. 2009. Penurunan Kadar Amonia,
Nitrit, dan Nitrat Limbah Cair Industri Tahu menggunakan Arang Aktif dari Ampas
Kopi. Jurnal Molekul. Vol. 4. No. 2. November, 2009 : 105-114 .
Wardhana, S. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan, Yogyakarta.