.

Pendidikan Teknologi Agroindustri 2011 UPI - TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2016 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Greeting

Thursday 13 April 2017

Penurunan Kadar Amonia Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Karbon Aktif Berbahan Tempurung Kelapa




Keseluruhan air yang ada di atas dan di dalam bumi, 97 % dari padanya terdapat di dalam laut dan larutan yang bergaram, dan 2.25 % terdapat di dalam salju dan es. Jumlah air tawar yang tersedia dan siap dipakai manusia sangat terbatas, tetapi kebutuhan akan air ini selalu meningkat karena meningkatnya populasi dan kegiatan manusia di segala bidang (Asmadi dkk, 2011). Mengingat fungsi air yang begitu penting, tentunya kualitas air untuk kebutuhan sehari-hari juga harus diperhatikan. Hasil survei Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, kondisi pencemaran air di Indonesia telah meningkat hingga 30 %. Angka tersebut didapat dari pemantauan terhadap 52 sungai di Tanah Air mulai dari 2006 sampai 2011. Salah satu limbah yang mencemari badan sungai adalah limbah cair dari industri tahu. Pengelola industri tahu  membuang air limbahnya ke sungai. Terutama untuk kawasan industri tahu tersebut sudah dilengkapi dengan IPAL, namun beberapa industri tahu tetap membuang air limbahnya ke sungai karena kondisi geografis yang tidak memungkinkan. Limbah cair tahu yang dibuang di sungai ini menyebabkan pencemaran di badan sungai, air sungai yang tercemar menjadi berwarna hitam dengan bau yang sangat menyengat di daerah sekitar bantaran sungai dan mengganggu keindahan kota. Limbah cair tahu dapat mencemari badan sungai karena mengandung kadar BOD, COD, TSS yang tinggi. Berikut ini merupakan gambar limbah cair industri tahu :
Gambar 1. Limbah Cair Industri Tahu yang Belum Dimanfaatkan
Gambar 2. Limbah Cair Industri Tahu
Limbah cair mengalami proses penguraian bahan-bahan organik yang dilakukan oleh bakteri, dimana dalam prosesnya tersebut akan terbentuk senyawa-senyawa, salah satunya adalah amonia (NH3) yang juga turut menyumbangkan bau menyengat pada limbah cair tahu. Menurut Ginting (2007), amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas. Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kausatik dan dapat mengganggu kesehatan. Amonia dalam air permukaan selain berasal dari air seni dan tinja, juga berasal dari oksidasi zat organik secara mikrobiologi di alam atau air buangan industri dan penduduk. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun 2010, kadar maksimum amonia dalam air limbah di kawasan industri adalah 20 mg/l. Salah satu pengolahan yang sering dilakukan untuk menurunkan kadar amonia adalah filtrasi. Arang aktif atau yang biasa disebut karbon aktif merupakan sejenis absorben (penyerap) yang berwarna hitam, berbentuk granula, bulat, pelet atau bubuk (Kusnaedi, 2010). Karbon aktif selain menjadi media filter juga mempunyai daya serap yang baik. Berdasarkan penelitian Harahap (2013), menyebutkan bahwa media biofilter tempurung kelapa sawit dapat menurunkan kadar amonia limbah cair industri tempe sebesar 43,42 % dengan variasi waktu tinggal 1 hari, 3 hari dan 5 hari. Berdasarkan penelitian Aryani (2010), media filter karbon aktif dapat menurunkan kadar amonia limbah cair Rumah Sakit dengan variasi ketebalan 45 cm, 55 cm, 65 cm, 75 cm, dan 85 cm, dimana ketebalan paling efektif yaitu 85 cm dengan penurunan 97,96 %. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tersebut, penulis menggagas media filter karbon aktif berbahan tempurung kelapa dalam menurunkan kadar amonia limbah cair industri tahu.

Tinjauan Pustaka
a.      Limbah Cair Industri Tahu
Limbah tahu berasal dari buangan atau sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang terbuang karena tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi. Limbah tahu terdiri atas dua jenis yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Limbah ini terjadi karena adanya sisa air tahu yang tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau tidak sedap bila dibiarkan (Nohong, 2010).
Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik yang tinggi terutama protein dan asam-asam amino. Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD, dan TSS yang tinggi (Husin, 2003). Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah industri cair tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik tersebut dapat berupa protein, karbohidrat dan lemak. Senyawa protein memiliki jumlah yang paling besar yaitu mencapai 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%. Bertambah lama bahan-bahan organik dalam limbah cair tahu, maka volumenya  semakin meningkat (Sugiharto, 1994).
Limbah cair tahu mengandung bahan organik berupa protein yang dapat terdegradasi menjadi bahan anorganik. Degradasi bahan organik melalui proses oksidasi secara aerob akan menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih stabil. Dekomposisi bahan organik pada dasarnya melalui dua tahap yaitu bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Bahan anorganik yang tidak stabil mengalami oksidasi menjadi bahan onorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit dan nitrat (Effendi, 2003).
b.      Arang Aktif
Struktur arang/karbon aktif menyerupai struktur grafit. Grafit mempunyai susunan seperti plat-plat yang sebagian besar terbentuk dari atom karbon yang berbentuk heksagonal. Jarak antara atom karbon dalam masing-masing lapisan adalah sebesar 1,42 A. Pada grafit, jarak antara plat-plat lebih dekat dan terikat lebih teratur daripada struktur karbon aktif.
Gambar 3. Struktur Grafit dan Struktur Umum Karbon Aktif (Hendra, dkk, 2009)
 









c.       Tempurung Kelapa
Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Suhartana (2011), Asia Pasifik mampu menghasilkan 82% produk kelapa dunia, sedangkan sisanya diproduksi atau dihasilkan oleh negara di Afrika dan Amerika Selatan. Terdapat 12 negara yang tercatat sebagai penghasil kelapa terbesar, yaitu India (13,01%), Indonesia (33,94%), Malaysia (3,93%), Papua New Guinea ( 2,72%), Philipina (36,25%). Di Indonesia, bahan baku untuk membuat arang aktif sebagian besar telah menggunakan limbah tempurung kelapa. Dilain pihak bahan baku yang dapat dibuat menjadi arang aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun barang tambang seperti batu bara. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, sekam padi, tulang binatang, batu bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi, bagase, dan lain-lain (Hoyashi et al., 1984 dalam Hendra dkk., 1999).
Tanaman kelapa disebut juga sebagai tanaman serbaguna karena dari akar sampai pada daun kelapa bermanfaat. Buah adalah bagian utama dari tanaman kelapa yang berperan sebagai bahan baku industri. Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa, daging buah, dan air kelapa. Sabut kelapa merupakan bahan berserat dengan ketebalan sekitar 5 cm dan merupakan bagian terluar dari buah kelapa. Tempurung kelapa terletak di sebelah dalam sabut, ketebalannya sekita 3,5 mm. Ukuran buah kelapa dipengaruhi oleh ukuran tempurung kelapa yang sangat dipengaruhi oleh usia dan perkembangan tumbuhan kelapa. Tempurung kelapa beratnya antara 15-19% berat kelapa (Suhartana, 2011).
Berdasarkan penelitianyang telah dilakukan Hendra (2010), kondisi optimum untuk membuat arang aktif dengan kualitas terbaik dari bahan baku tempurung kelapa yaitu pada suhu 850oC. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Faradina dan Setiawati (2010), arang diaktifkan dengan menggunakan senyawa kimia yaitu ZnCl2 sebagai aktivator sehingga pori-pori permukaan arang menjadi lebih luas. Hal ini akan memudahkan proses penyerapan.


d.      Tinjauan Tentang Adsorpsi
Adsorpsi dalam arang aktif terjadi secara fisik. Proses adsorpsi terjadi karena sifat yang dimiliki arang aktif sebagai penyerap, penyaring molekul, katalis, dan penukar ion. Adsorpsi secara umum adalah proses mengumpulkan benda-benda terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua permukaan. Antar permukaan tersebut seperti zat padat dan zat cair, zat padat dan gas, zat cair dan zat cair, atau gas dan zat cair. Walaupun proses tersebut dapat terjadi pada seluruh permukaan benda, maka yang sering terjadi adalah bahan padat yang mengadsorpsi partikel yang berada di dalam air limbah. Bahan yang akan diadsorpsi disebut sebagai adsorbat atau solute sedangkan bahan yang mengadsorpsi disebut sebagai adsorben (Sugiharto, 1987). Adsorpsi juga merupakan suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben) yang menarik molekul-molekul gas atau cair (Basuki, dkk., 2008).
Menurut Reynold (1982) dalam Basuki, dkk., (2008), adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat dari adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda, sehingga akhirnya akan membentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut. Adsorpsi zat dari larutan mirip dengan adsorpsi gas oleh zat padat. Adsorpsi bersifat selektif. Yang diadsorpsi hanya zat terlarut atau pelarut. Bila dalam larutan ada dua zat atau lebih, zat yang satu akan diadsorpsi lebih kuat dari zat yang lain. Zat-zat yang dapat menurunkan tegangan muka antara, lebih kuat diadsorpsi. Semakin tinggi temperatur, semakin kecil daya adsorpsi. Namun demikian, pengaruh temperatur tidak sebesa r adsorpsi pada gas (Sukardjo, 1985).
Adsorpsi yang terjadi pada permukaan zat padat disebabkan oleh gaya valensi atau gaya tarik-menarik dari atom atau molekul pada lapisan paling luar dari zat padat. Adsorpsi ini tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi sifat molekul yang diadsorpsi, konsentrasi, tekanan, dan temperatur. Untuk sejumlah besar adsorben dengan luas permukaan tertentu, banyaknya zat yang diadsorpsi tergantung pada konsentrasi atau tekanan dari zat disekitar adsorben. Semakin tinggi konsentrasi, semakin banyak yang diadsorpsi. Proses adsorpsi termasuk pemisahan senyawa dari satu fase yang terakumulasi atau terkumpul pada permukaan lain. Permukaan karbon yang mampu menarik molekul organik misalnya merupakan salah satu contoh mekanisme jerapan, begitu juga yang terjadi pada antar muka air-udara, yaitu mekanisme yang terjadi pada suatu protein skimmer (Anonim, 2011). Sesuai dengan jenis ikatan yang terdapat antara molekul bahan yang diadsorpsi dan permukaan adsorbennya, maka adsorpsi dibedakan atas dua jenis, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi kimia tidak begitu berarti bagi pemisahan dan pemurnian bahan, namun memegang peranan penting pada proses-proses katalisis.
a.       Adsorpsi fisika
Terjadi pada zat yang bersuhu rendah dengan penyerapan relatif rendah. Penyerapan secara fisika relatif tidak spesifik karena kerjanya lambat terhadap daya tarik antara molekul - molekul. Maka dapat dikatakan bahwa gaya yang menahan terserapnya molekul-molekul gas atau cairan oleh zat padat tersebut sama dengan gaya kohesi molekul pada fase cair. Adsorpsi fisika disebabkan oleh antaraksi gaya Van Deer Waals, yaitu dua atau lebih partikel dalam bentuk suspensi yang masing-masing memiliki parameter berbeda, kemudian bergabung menjadi satu sehingga bentuk dan berat molekul gabungan ini menjadi bertambah. Tidak ada redistribusi nyata dari densitas elektron atau pada permukaan substrat.
b.      Adsorpsi kimia
Pada adsorpsi kimia, partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang meliputi pengaturan ulang dari densitas elektron yang terbentuk diantara adsorbat dan substrat yang cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan substrat. Adsorpsi fisik dan kimia juga dikenali dari perubahan panas yang terjadi. Proses adsorpsi kimia berada dalam orde panas reaksi. Sedangkan panas adsorpsi fisika khususnya pada campuran gas lebih besar dan mencapai 2-3 kali panas kondensasi bahan yang diadsorpsi (Bernasconi, dkk., 1995 dalam Atkins, 1997). Karakteristik dari kedua proses adsorpsi dapat dilihat pada tabel 8 berikut.





Tabel 8. Karakteristik Proses Adsorpsi



Metode Penelitian
Pertimbangan pemilihan sampel limbah cair industri tahu tersebut meliputi :
1.      Industri yang tidak bisa mengalirkan limbah cairnya ke IPAL.
2.      Industri tahu dengan produksi yang banyaksetiap harinya yaitu sekitar 4 kwintal/hari.
3.      Mempunyai kadar amonia yang paling tinggi.
Alat dan Bahan :
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak filter, bak penampung, jerigen plastik ukuran 30 l sebanyak 3 buah, botol air mineral ukuran 600ml sebanyak 12 buah, gelas ukur, spektrofotometri, pHmeter, termometer, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel limbah cair tahu, karbon aktif, aquades.


Pengukuran Parameter :
Pengukuran parameter dilakukan sebelum dan sesudah proses filtrasi meliputi pH, suhu dan kadar amonia.

B. Rencana Pengukuran Parameter
1.      Pengukuran pH Limbah Cair Tahu
Tujuan pengukuran parameter untuk mendapatkan baku mutu yang telah ditetapkan yaitu pH 6,0-9,0. Menurut Rahayu dkk (2013), salah satu karakteristik khusus limbah cair tahu adalah memiliki nilai pH < 7. Kadar pH yang baik adalah kadar pH yang masih memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik, pH yang baik bagi air minum dan air limbah adalah pH netral (pH 7) (Sugiharto, 2008).
2.      Penurunan Kadar Amonia Limbah Cair Tahu
Berdasarkan penelitian Suyata (2009), bahwa kadar amonia limbah cair tahu dapat diturunkan dengan melakukan variasi lama kontak dengan karbon aktif. Penelitian tersebut menggunakan variasi lama kontak karbon aktif selama 1 menit, 10 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit, dimana didapat lama kontak karbon aktif yang paling efektif dalam menurunkan kadar amonia limbah cair tahu adalah lama kontak 30 menit dengan tingkat penurunan 64,69%. Penelitian Suyata ini juga menggunakan variasi pH 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10, didapatkan bahwa dalam kondisi pH asam maupun basa karbon aktif masih dapat bekerja efektif menurunkan kadar amonia namun pH 7 dapat menurunkan kadar amonia lebih besar.
Dalam proses pengolahan air limbah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan  pada karbon aktif :
a.       Lama Kontak
Karbon aktif merupakan jenis absorben yang sering digunakan dalam bidang industri dan pengolahan air. Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan air limbah biasanya digunakan sebagai penghilang zat-zat yang terkandung dalam air limbah baik organik maupun anorganik. Karbon aktif bekerja dengan menyerap zat-zat yang terkandung dalam air , dalam proses penyerapannya karbon aktif memerlukan waktu untuk bereaksi dengan zat-zat tersebut. Berdasarkan penelitian Suyata (2009), diketahui bahwa dengan lama kontak 30 menit dapat menurunkan kadar amonia limbah cair tahu 64,69%, dan lebih besar dari hasil penurunan pada lama kontak 1 menit dan 10 menit. Selain digunakan dalam pengolahan limbah, karbon aktif juga dapat digunakan dalam pengolahan air. Dalam penelitian Nurullita dkk (2010), lama kontak 40 menit dapat menurunkan kesadahan air sumur sebesar 91%. Dalam penelitian ini, penurunan kadar amonia yang paling besar yaitu pada lama kontak 7 menit yaitu sebesar 34,87% dari kadar amonia awal dan lebih besar jika dibandingkan dengan lama kontak 3 menit dan 5 menit.
b.      Titik Jenuh Karbon Aktif
Karbon aktif sering digunakan sebagai media filtrasi dalam pengolahan air. Dalam penggunaannya, sering ditemukan kejadian bahwa karbon aktif yang tidak lagi bekerja secara optimal atau tidak efektif menyerap zat-zat yang terkandung dalam air. Hal ini bisa disebabkan karbon aktif sudah mengalami kejenuhan karena pori-porinya yang sudah terlalu banyak menyerap zat-zat disekitarnya sehingga tertutup dan tidak bisa menyerap zat-zat lagi. Menurut Kusnaedi (2010), karbon aktif  yang digunakan sebagai media penyaring, secara berkala harus dicuci atau apabila sudah lama dan sering dipakai harus diganti dengan yang baru atau diaktivasi kembali. Belum ada penelitian yang mendalam tentang berapa lama waktu karbon aktif dapat digunakan secara efektif sampai mengalami titik kejenuhan.









DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Ancaman Polusi Kota Makassar di Ambang Batas. Makassar: Berita
Kota.
Arifin, Zainal, dan Sukoco. 2009. Pengendalian Polusi Kendaraan. Bandung: ALFABETA.
Aryani L. 2010. Efektivitas Variasi Ketebalan Arang Aktif untuk Menurunkan Kadar Amoniak (NH3) dalam Limbah Cair Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang.[Skripsi].Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Asmadi K dan Kasjono H.S. 2011. Teknologi Pengolahan Air Minum. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Basuki, K. R., Setiawan, D., dan Nurimaniwathy. 2008. Penurunan Konsentrasi CO
dan NO2 pada Emisi Gas Buang Menggunakan Arang Tempurung Kelapa yang disisipi TiO2 (online), 4 (1), (http://www.digilb.batan.go.id, diakses 4 Desember 2016).
Depkes RI. 2012. Survei Kementerian Lingkungan Hidup tentang Kondisi Pencemaran Air di Indonesia tahun 2006-2011 Jakarta: Depkes RI.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta : Kanisius.
Ginting P. 2007. Sistem Pengolahan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung: Yrama Widya.
Harahap S. 2013. Pencemaran Perairan Akibat Kadar Amoniak yang Tinggi dari Limbah Cair Industri Tempe. Jurnal Akuatika.Vol. IV No. 2/ September 2013 (183-194) ISSN 0853-2523.
Hendra, Dj., Pari, G. 2009. Pembuatan Arang Aktif dari Tandan Kosong Kelapa
Sawit. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Jakarta.
Husin, A. 2003. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Biji Kelor
(Moringa oleifera) Sebagai Koagulan. Laporan penelitian Dosen Muda Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
Iskandar. 2012. Analisis Unsur Karbon Aktif Tempurung Kelapa dengan Metode
Analisis Ultimat (Ultimate Analysis). Skripsi-S1, Universitas Haluoleo. Kendari
Kusnaedi. 2010. Mengolah Air Kotor untuk Air Minum. Bekasi: Penebar Swadaya.
Nohong. 2010. Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Bahan Penyerap Logam Krom, Kadmiun dan Besi Dalam Air Lindi TPA. Jurnal Pembelajaran Sains. Vol. 6, No. 2: 257-269. Kendari: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Haluoleo Kendari.
Nurullita U., Astuti R., Arifin M.Z. 2010. Pengaruh Lama Kontak sebagai Media Filter terhadap Presentase Penurunan Kesadahan CaCO3 Air Sumur Artesis. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol. 6 No. 1 Tahun 2010.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kawasan Industri.
Rahayu E.S., Siti R., Andika S., Tri P., Saiful R. 2013. Teknologi Proses Produksi Tahu. Yogyakarta: Kanisius.
Standar Nasional Indonesia. 1995. (Dalam Suryani, 2009), SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Suhartana. 2011. Pemanfaatan Tempurung Kelapa sebagai Bahan Baku Arang Aktif dan Aplikasinya untuk Penjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. Skripsi S1 Universitas Diponegoro.
Sugiharto. 1994. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Sugiharto. 2008. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Suyata I. 2009. Penurunan Kadar Amonia, Nitrit, dan Nitrat Limbah Cair Industri Tahu menggunakan Arang Aktif dari Ampas Kopi. Jurnal Molekul. Vol. 4. No. 2. November, 2009 : 105-114 .
Wardhana, S. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan, Yogyakarta.





FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA REAKSI ENZIMATIK

a. konsentrasi substrat
semakin tinggi konsentrasi substrat maka akan semakin tinggi lakju rx enzimatis hingga mencapai kondisi dimana laju reaksi tidak lagi meningkat dan kondisi enzim berada pada kondidi Enzim dan Substrat. Laju reaksi pada kondisi tersebut disebut laju reaksi maksimum (Vmax). konsentrasi substrat juga mempengaruhi konstanta mchaelis (Km)
b. Suhu
enzim memiliki suhu optimum untuk bekerja. ketika enzim berada pada suhu optimumnya, maka laju reaksi enzim akan semakin tinggi. beberapa enzim memeiliki suhu optimum yang tinggi. namun ketika suhu reaksi meningkat atau melebihi suhu optimum enzim, maka laju reaksi enzim dapat menurun karena enzim mengalami denaturasi. Denaturasi enzim menyebabkan konfigurasi enzim berubah sehibgga enzim tidak dapat bekerja dan aktivitas menurun.
c. pH
 Selain suhu enzim juga memiliki pH optimum untuk bekerja . saat enzimberada pada pH optimum nya aktivitas enzimnya tinggi dan laju reaksinya pun tinggi ketika kondisi reaksi terlalu asam maupun basa aktivitas enzimnya dapat menurun sehingga laju reaksinya pun terhambat.
d. Koenzim dan Kofaktor
enzim terdiri dari dua gugu yaitu apoenzim dan koenzim. Enzim yang tidak memiliki koenzim merupakan enzm dalam bentuk yang belum teraktivasi. Enzim (apoenzim) memerlukan aktivitas koenzim untuk bekerja secara penuh,

Tuesday 11 April 2017

SEKILAS TENTANG BENTONIT



Bentonit adalah clay yang sebagian besar terdiri dari montmorillonit denga mineral – mineral minor seperti kwarsa, kalsit, dolomite, feldspars, dan mineral minor lainnya. Montmorillonit merupakan bagian dari kelompok semctit dengan komposisi kimia secara umum (Mg, Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O. Bentonit berbeda dari clay lainnya karena hampir seluruhnya (75%) merupakan mineral montmorllonit. Mineral montmorillonit terdiri dari partikel yang sangat kecil sehingga hanya dapat dikertahui melalui studi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Struktur montmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua silicon oksida tetrahedral dan satu alumunium oksida octahedral. Pada tetrahedral, 4 atom oksigen berikatan dengan atom silikon di ujung struktur. Empat ikatan silikon terkadang disubtitusi oleh tiga ikatan alumunium. Pada oktaheral atom alumunium berkoordinasi dengan enam atom oksidgen atau gugus – gugus hidroksil yang berlokasi pada ujung octahedron. Al3+ dapat digantikan oleh Mg2+, Fe2+, Zn2+, Ni+, Li+ dan kation lainnya. Subtitusi isomorphous dari Al3+ untuk Si4+ pada tetrahedral dan Mg2+ atau Zn2+ untuk Al3+ pada octahedral menghasilkan muatan negative pada permukaan clay, hal ini diimbangi dengan adsorpsi kation di lapisan interlayer (Alemdar, et. al., 2005).

Sifat Fisik dan Kimia Bentonit
Dalam keadaan kering bentoinit mempunyai sifat fisik berupa partikel butiran yang halus berbentuk rekahan – rekahan atau serpihan yang khas seperti tekstur pecah kaca (concoidal fracture), kilap lilin, lunak, plastis, berwarna kuning muda hingga abu – abu, bila lapuk berwarna coklat kekuningan, kuning merah atau coklat, bila diraba terasa licin, dan bila dimasukkan ke dalam air akan menghisap air. Sifat fisik lainnya berupa :
Massa jenis        : 2,2 – 2,8 g/L
Indeks bias         : 1,547 – 1,557
Titik lebur            : 1330 – 1430oC
Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat. Unsur – unsure kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada Tabel..
Senyawa
Na-bentonit (%)
Ca-Bentonit (%)
SiO2
61,3 – 61,4
62,12
Al2O3
19,8
17,33
Fe2O3
3,9
5,30
CaO
0,6
3,68
MgO
1,3
3,30
Na2O
2,2
0,50
K2O
0,4
0,55
Sumber : Psulitbang Tekmira, 2002
                Partikel bentonit bermuatan negative yang diimbangi dengan kation yang dapat dipertukarkan dan terikat lemah (Na, Ca, Mg, atau K). Adanya kation yang dapat dipertukarkan ini memungkinkan bentonit memisahkan logam berat dari air, dan juga memisahkan senyawa organik kationik melalui mekanisme pertukaran ion.