1. Karagenan
2. Permen Jelly
LAPORAN
PRAKTIKUM
Pembuatan
Karagenan dan Permen Jelly
diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah hewani yang diampu oleh Ibu
Mustika NH,
S.TP, M.Pd
Disusun
Oleh:
Essa Annisa Syadiah NIM 1103033
Fika Awalia R NIM 1100486
Liling Dwi Harini NIM
1104603
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS
PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI KEJURUAN
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
2013
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................
1.2 Tujuan..............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut...................................................................................................
2.2
Karagenan.......................................................................................................
2.3 Permen
Jelly....................................................................................................
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Tempat Praktikum.......................................................................
3.2 Alat dan Bahan...............................................................................................
3.3 Prosedur Kerja.................................................................................................
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN..................................................................
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................................
5.2 Saran................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA ..........................................................................................
LAMPIRAN
........................................................................................................
KATA PENGANTAR
Pengenalan terhadap sebuah ilmu pengetahuan dalam menentukan
pilihan kedepan memang sangatlah diperlukan. Kita perlu mengidentifikasi
tentang berbagai hal dan dari berbagai sisi maka akan mucul pula berbagai macam
alasan yang melatarbelakangi kita menjatuhkan pilihan kita kepada suatu hal.
Apapun alasannya tentunya kita berharap nantinya keputusan kita adalah yang
terbaik. Setidaknya sekarang penulis telah mengenal tentang subjek aplikasi dari pengolahan hasil makanan yang nantinya akan kita hadapi.
Segala
puji bagi Allah S.W.T yang telah membukakan jalan bagi penulis untuk mengenal
ilmu yang luar biasa ini.Semoga pilihan yang penulis ambil untuk belajar di
program studi Pendidikan Teknologi Agroindustri mampu membekali penulis untuk
benar-benar menggali dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk diri penulis
dan orang-orang sekitar penulis. Rasa terimakasih ini juga penulis haturkan
kepada :
1. Dosen
mata kuliah Hewani
2. Orangtua
salah satu sumber semangat bagi penulis.
3. Teman-teman
yang telah memberikan dukungan moril yang sangat luar biasa untuk penulisan makalah laporan praktikum ini.
Tidak
ada yang dapat penulis berikan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
penulis dalam hal ini, melainkan ucapan terimakasih dan doa yang penulis
panjatkan kepada Allah S.W.T. Semoga amal baik kalian mendapatkan balasannya
dari-Nya.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyadari kemampuan yang penulis miliki belumlah
cukup jika dikatakan baik. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
dari pembaca akan penulis terima dengan lapang dada. Penulis mengharapkan
semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Bandung, Desember 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diversifikasi
olahan rumput laut telah dilakukan untuk mengantisipasi penggunaan bahan
tambahan serta mengupayakan pemanfaatan rumput laut sebagai salah satu sumber
pangan kaya gizi. Rumput laut
merupakan salah satu hasil perikanan laut yang dapat menghasilkan devisa negara
dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Potensi rumput laut di
Indonesia mempunyai prospek yang cukup cerah, karena diperkirakan terdapat 555
species rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia dengan total luas lahan
perairan yang dapat dimanfaatkan sebesar 1,2 juta hektar. Sampai saat ini sebagian besar
rumput laut diekspor dalam keadaan kering dan baru sebagian diolah menjadi
agar-agar di samping dimakan sebagai sayuran.
Kandungan dietary fiber dan
nutrisinya bermanfaat sebagai antioksidan, antimutagenic, anti koagulan, anti
tumor, dan metabolisme lipid. Rumput laut juga sebagai sumber iodium alami yang
terbaik (Zada, 2009). Kandungan serat (diatery fiber) pada rumput laut bersifat
untuk mengenyangkan dan memperlancar proses metabolisme tubuh, sehingga sangat
baik dikonsumsi penderita obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna, sehingga
anda merasa kenyang lebih lama tanpa takut kegemukan (Anonim, 2010).
1.2 Tujuan
1. Untuk
menindak lanjuti pembelajaran teori pengolahan rumput laut yang dipelajari di
kelas.
2. Untuk
memenuhi tugas
Mata Kuliah Hewani.
3. Untuk mengetahui
prosedur kerja proses pembuatan beberapa produk olahan rumput laut seperti karagenan, dan permen jelly.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Rumput Laut
Rumput
laut adalah tanaman laut yang termasuk ke dalam kelas makroalga (Dawezynski et
al. 2007). Rumput laut ini sebenarnya merupakan tanaman tingkat rendah yang
tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang dan daun.
Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, tetapi sesungguhnya merupakan
bentuk thallus. Menurut McHugh (2003), rumput laut terbagi ke dalam tiga
kelompok berdasarkan pigmen yang terkandung dalam rumput laut, yaitu
Rhodophyceae (merah), Phaeophyceae (coklat) dan Chlorophyceae (hijau),
sedangkan menurut Glicksman (1983), rumput laut dikelompokkan menjadi empat
kelas berdasarkan pigmen yang dikandungnya yaitu Rhodophyceae (merah),
Cyanophyceae (hijau biru), Chlorophyceae (hijau) dan Phaeophyceae (coklat).
Rumput
laut secara biologi termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan
berklorofil. Rumput laut terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni,
hidupnya bersifat bentik di daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur
atau berpasir dan berlumpur, daerah pasut, jernih dan biasanya menempel pada
karang mati baik terbentuk secara alamiah atau buatan. Alga mempunyai bentuk
bermacam-macam, seperti benang atau tumbuhan tinggi. Ciri utamanya adalah tidak
mempunyai akar, batang, dan daun yang dinding selnya dilapisi lendir. Alga
bersifat autotrof, yaitu dapat hidup sendiri tanpa tergantung makhluk lain.
Proses pertumbuhan rumput laut sangat bergantung pada sinar matahari untuk
melakukan proses fotosintesis. Rumput laut dikelompokan menjadi empat kelas
berdasarkan pigmen yang dikandungnya yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau),
Rhodophyceae (ganggang merah), Paeophyceae (ganggang coklat), dan Chrysophyceae
(ganggang keemasan) (Winarno 1990).
Rumput
laut terutama ganggang merah dan ganggang coklat merupakan komoditas yang
sangat penting karena zat-zat yang dikandungnya. Zat kimia yang terkandung
dalam alga merah adalah agar, karaginan dan alginat. Jenis rumput laut yang ada
di Indonesia selain mengandung agar dan karaginan juga mengandung pigmen
fikobilin. Pigmen ini terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin yang merupakan
cadangan makanan berupa karbohidrat (Indriani dan Emi 1999). Rumput
laut banyak mengandung trace element khususnya iodium yang konsentrasinya lebih
tinggi dari tumbuhan. Rumput laut juga mengandung serat yang telah dimanfaatkan
sebagai bahan pangan alamiah, karbohidrat, protein, sedikit lemak, abu dan
mineral seperti natrium dan kalsium (Winarno 1990). Rumput laut sebagai bahan
pangan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan karena ekosistem di daratan
tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan bagi populasi manusia yang pesat
pertambahannya dari tahun ke tahun. Penggunaan rumput laut untuk memenuhi
berbagai kebutuhan menjadikan berkembangnya industri yang melibatkan jutaan
manusia. Perkembangan industri pengolahan rumput laut di Indonesia juga
terlihat makin pesat.
2.2 Karagenan
Karagenan
merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dari jenis
Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Karagenan
dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya (Hall 2009). Jumlah dan
posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae, polisakarida
tersebut harus mengandung 20% sulfat berdasarkan berat kering untuk
diklasifikasikan sebagai karagenan (FAO 2007).
Karagenan
bukan biopolymer tunggal, tetapi campuran dari galaktan-galaktan linear yang
mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan tersebut terhubung
oleh 3-β-D-galaktopironosa (G-units) dan 4-α-D-galaktopiranosa (D-units) atau
4-3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat diklasifikasikan
berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat
pada strukturnya (Imeson 2010). Kappa karenan tersusun dari
α-D-galaktosa-4-sulfat dan β-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga mengandung
D-galaktosa-2-sulfat ester (Hall 2009)
Karagenan
komersil memiliki kandungan sulfat 22-38% (w/w). Karagenan dijual dalam bentuk
bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan bergantung dari bahan
mentah dan proses yang digunakan. Karagenan yang umumnya ada di pasaran terdiri
atas 2 tipe, yaitu refined karagenan dan semirefined karagenan. Semirefined
karagenan dibuat dari spesies rumput laut Euchema yang banyak terdapat di
Indonesia dan Filipina. Semirefined karagenan mengandung lebih banyak bahan
yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan refined karagenan (2%) (Fahmitasari
2004). Karakteristik daya larut karagenan dipengaruhi oleh bentuk garam dari
gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis potasium
lebih sukar larut. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada saat larutan
panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat thermoreversible, artinya
gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk gel kembali pada saat
pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000). Karagenan dalam larutan memiliki
stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5.
Kondisi proses produksi karagenan dapat dipertahankan pada pH 6 atau lebih.
Hidrolisis asam akan terjadi jika karagenan berada dalam bentuk larutan,
hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karagenan
akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2000).
Kappa dan iota karagenan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah,
tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam
pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan
glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi
oleh pH, temperatur dan waktu.
Adanya
garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan muatan bersih
sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya
tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer
semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Viskositas larutan
karagenan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi
depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan.
Kappa-karagenan
dan iota-karagenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air.
Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada saat larutan panas menjadi
dingin. Proses pembentukan gel bersifat thermoreversible, artinya gel dapat
mencair pada saat pemanasan dan membentuk gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman
1983; Imeson 2000). Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu
pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi
random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur
double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan
polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin
bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab
terhadap terbentuknya gel yang kuat. Jika diteruskan, ada kemungkinan proses
pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air.
Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989).
Kemampuan
pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada saat larutan panas
yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-anhidrogalaktosa.
Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan mempengaruhi proses
pembentukan gel. Kappa karagenan dan iota karagenan akan membentuk gel hanya
dengan adanya kation-kation tertentu seperti K+, Rb+ dan Cs+. Potensi membentuk
gel dan viskositas larutan karagenan akan menurun dengan menurunnya pH, karena
ion H+ membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karagenan
(Angka dan Suhartono 2000). Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara
lain: jenis dan tipe karagenan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang
menghambat pembentukan hidrokoloid.
Karagenan
berperan sangat penting sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener
(bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain (Imeson 2010).
Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik,
tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Penambahan karagenan
(0,01-0,05%) pada es krim berfungsi sebagai stabilisator yang sangat baik.
Penambahan karagenan dapat mencegah pengendapan coklat pada susu coklat dan
pemisahan es krim serta meningkatkan kekentalan kekentalan lemak dan
pengendapan kalsium (Winarno 1996). Karagenan dapat berfungsi sebagai pengikat,
melindungi koloid, penghambat sineresis dan flocculating agent. Karagenan
termasuk senyawa hidrokoloid yang banyak digunakan untuk meningkatkan
sifat-sifat tektur dan kestabilan suatu cairan produk pangan (Distantina et al.
2009).
2.3 Permen Jelly
Permen
adalah produk yang dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama
dengan bahan pewarna dan pemberi rasa sampai tercapai kadar air kira-kira 3%.
Biasanya suhu yang digunakan sebagai petunjuk kandungan padatan. Sesudah
didihkan sampai mencapai kandungan padatan yang diinginkan (kurang lebih 150oC)
sirup dituangkan pada cetakan dan dibiarkan tercetak. Seni membuat permen
dengan daya tahan yang memuaskan terletak pada pembuatan produk dengan kadar
air minimum dan sedikit saja kecenderungan untuk mengkristal (Buckle, et al., 1987).
Permen
adalah sejenis gula-gula (confectionary) yang dibuat dengan mencairkan gula di
dalam air. Perbedaan tingkat pemanasan menentukan jenis permen yang dihasilkan.
Suhu panas menghasilkan permen keras, suhu menengah menghasilkan permen lunak,
dan suhu dingin menghasilkan permen kenyal. Permen dinikmati karena rasa
manisnya (Wikipedia1, 2011).
Jelly
merupakan makanan yang berbentuk semi padat, yang memiliki bau, rasa, warna dan
tekstur yang normal dengan penambahan gula dan bahan tambahan makanan seperti
pemanis buatan, pewarna tambahan dan pengawet. Permen jelly merupakan makanan
yang disukai dan telah dikenal oleh masyarakat luas, karena murah, praktis dan
memiliki berbagai rasa yang kebanyakan menyerupai rasa buah-buahan. Gelatin
merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang dapat diaplikasikan ke dalam jelly.
Hidrokoloid lain yang juga dapat diaplikasikan ke dalam jelly diantaranya
adalah: pektin, agar, pati termodifikasi, alginat, dan karagenan yang juga
berfungsi sebagai bahan pembentuk gel (Latief, 1989)
Menurut
SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur lunak, yang diproses
dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati,
karagenan, gelatin, dan lain-lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur
sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Permen jelly harus dicetak dan
diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas. Aging merupakan proses
penyimpanan produk dalam kondisi dan waktu tertentu untuk mencapai karakter
produk yang diinginkan. Permen lunak yang diproduksi di Indonesia termasuk
permen jelly harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan SNI 3547-2-2008.
Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak bergantung pada bahan gel yang
digunakan. Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan agak rapuh.
Pectin menghasilkan gel yang sama dengan agar-agar, tetapi gelnya lebih baik
pada pH rendah, sedangkan karagenan menghasilkan gel yang bersifat larut air
(Buckle et al 1987).
Permen
jelly tergolong sebagai pangan semi basah. Pangan semi basah adalah produk
pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah dengan satu atau lebih perlakuan,
dapat dikonsumsi secara langsung tanpa penyiapan dan stabil (mengawetkan dengan
sendirinya) selama beberapa bulan tanpa perlakuan panas, pembekuan, ataupun
pendinginan, melainkan dengan melakukan pengesetan pada formula yaitu meliputi
kondisi pH, senyawa aditif dan terutama aw yang berkisar antara 0.6
sampai 0.85 (diukur pada suhu 25o C) (Muchtadi 2008). Pemen jelly
sebagai pangan semi basah memiliki umur simpan 6-8 bulan bila ditempatkan dalam
stoples & 1 tahun jika kemasannya belum dibuka. Permen jelly memiliki
kecendrungan menjadi lengket karena sifat higroskopis dari gula pereduksi yang
membentuk permen, sehingga perlu ditambahkan bahan pelapis. Permen jelly
umumnya memerlukan bahan pelapis berupa campuran tepung tapioka dengan tepung
gula. Pelapisan ini berguna untuk membuat permen tidak melekat satu sama lain
dan juga untuk menambah rasa manis (Kemenristek 2010).
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Hari/Tanggal : 17 dan 18 Desember 2013
Tempat : Laboratorium Sensori Pangan Agroindustri
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Pembuatan tepung karagenan
·
Rumput laut merah
|
·
Gelas ukur
|
·
Kompor; panic
|
·
Alcohol (etanol) 90%
|
·
Beakerglass corong
|
·
Thermometer;
·
spatula
|
·
NaOH 0,1 N
|
·
Oven
|
·
Kain kasa / kertas saring
|
·
Aquades
|
·
Aykan tyller
|
·
Blender, grinder
|
3.2.2
Pembuatan Permen Jelly
·
Rumput laut
|
·
Essence , tapioka
|
·
Kompor; panci; pisau
|
·
Sirup glukosa
|
·
Blender
|
·
Wadah pencetak/ loyang
|
·
Sukrosa; gula
·
tepung
|
·
oven
|
·
Gelas ukur; neraca
|
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1
Pembuatan karagenan
Siapkan pelarut alkali dengan cara
menambahkan NaOH 0,1 N ke dalam aquades hingga
pH mencapai 8
masukkan cairan/ filtrate ke dalam
alcohol (ethanol) 90% dengan rasio filtrate: ethanol 1:2, sambil diaduk selama
15 menit.
Amati sifat sensori dan rendemen dari
karagenan.
3.3.2
Pembuatan Permen Jelly
Amati sifat sensori dari permen jelly.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Dari praktikum
nugget sayuran dengan menggunakan tepung limbah udang, hasil yang diperoleh
adalah sebagai berikut :
4.1.1
Karagenan
Sensori
|
Keterangan
|
Warna
|
Putih kekuningan
|
Aroma
|
-
|
Tekstur
|
Kering, rapuh (tidak
digiling)
|
Rasa
|
-
|
Rendemen
|
15,5 gram (basah) ; 0,2
gram (kering)
|
4.1.2
Permen Jelly
Sensori
|
Keterangan
|
Warna
|
Hijau
|
Aroma
|
Rumput laut, Harum gula
(+)
|
Tekstur
|
Kenyal, Lembut
|
Rasa
|
Manis (-)
|
Rendemen
|
367,1 gram
|
4.2 Pembahasan
·
Essa
Annisa Syadiah
(Karagenan)
Dalam pembuatan karagenan kami melakukan praktikum
pada hari selasa tanggal 17 Desember 2013. Dan menghasilkan karagenan tidak mencapai
20% dari berat rumput laut. Maka diputuskan untuk membuat karagenan kembali
keesokan harinya. Kami menggunakan cara kerja B dari jurnal praktikum yang
diberikan yaitu dengan metode alkali.
Untuk
kali ini pembuatan karagenan dilakukan dengan cara mencuci dan bersihkan 60
gram rumput laut guna membuat kotoran yang melekat pada rumput laut terbuang.
Kemudian rendam dalam aquades selama 15 menit, kemudian potong-potong
kecil-kecil. Kemudian siapkan pelarut alkali dengan cara menambahkan NaOH 0,1 N
ke dalam aquades (rumput laut: pelarut, 1:30) hingga pH mencapai 8. Pembuatan
alkali dilakukan dengan pemanasan menggunakan stirrer dan penangas air selama 1
jam pada suhu 90oC. Lakukan ekstraksi selama 2 jam (jaga volume
pelarut agar konstan dengan menambahkan pelarut alkali 90oC).
Menurut
literatur , dalam pembuatan karaginan ini menggunakan metode ekstraksi dimana
pengertian ekstraksi adalah metode pemisahan suatu komponen solute (cair) dari
campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah. Proses
ekstraksi terdiri dari tiga langkah besar, yaitu proses pencampuran, proses
pembentukan fasa setimbang, dan proses pemisahan fasa setimbang. Solven
merupakan faktor terpenting dalam proses ekstraksi, sehingga pemilihan solven
merupakan faktor penting. Solven ini harus saling melarutkan terhadap salah
satu komponen murninya, sehingga diperoleh dua fasa rafinat. Proses ekstraksi
dapat berjalan dengan baik bila pelarut ideal harus memenuhi syarat-syarat
yaitu selektivitasnya tinggi, memiliki perbedaan titik didih dengan solute
cukup besar, bersifat inert, perbedaan density cukup besar, tidak beracun,
tidak bereaksi secara kimia dengan solute maupun diluen, viskositasnya kecil,
tidak bersifat korosif, tidak mudah terbakar, murah dan mudah didapat. Beberapa
faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah temperatur, waktu kontak,
perbandingan solute, faktor ukuran partikel, pengadukan dan waktu dekantasi
Studi literature mengatakan bahwa
hasil ekstraksi dipisahkan antara larutan (ekstrak) dengan residunya
(kotoran-kotoran yang terdiri dari rumput laut yang tidak larut). Namun setelah
proses ekstraksi kita hanya menggunakan ampas rumput laut untuk diendapkan. Ini
dikarenakan volume etanol 90% sebagai pengendap hanya tersedia sedikit di
laboratorium. Penambahan pengendap dengan perbandingan tertentu dan diaduk-aduk
kemudian dibiarkan selama 15 menit. Endapan disaring kemudian dikeringkan, lalu
hasilnya ditimbang. Pemasukkan cairan/ filtrate ke dalam alcohol (ethanol) 90%
dengan rasio filtrate: ethanol 1:2, sambil diaduk selama 15 menit. Kemudian
saring Endapan campuran filtrate dengan kain kasa/ kertas saring, cuci dengan
aquades hingga mendapatkan karagenan basah. Untuk mendapatkan karagenan yang
bersih, maka keringkan dengan oven suhu 40 C, selama 20 jam. Sehingga kami
mendapatkan rendemen hanya 0,2 gram saja.
Rendemen
karagenan biasanya akan mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi
NaOH dan pengendap jenis Etanol. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
konsentrasi NaOH selama ekstraksi berlangsung menyebabkan pHnya semakin tinggi
sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak juga semakin besar. Jenis pengendap
juga berpengaruh terhadap rendemen karaginan yang dihasilkan,rendemen yang
dihasilkan dengan pengendap jenis etanol lebih besar. Penambahan NaOH, semakin
tinggi konsentrasi NaOH selama ekstraksi berlangsung menyebabkan pHnya semakin
tinggi sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak rumput laut. Kadar air
mengalami penurunan dengan adanya penambahan pengendap baik menggunakan
pengendap Etanol. Hal ini disebabkan adanya pengendap mengakibatkan serat-
serat karaginan lebih banyak terbentuk dan membentuk gel, sehingga kadar air
dalam karaginan menjadi berkurang.
Kemudian untuk karakteristik sensori
warna putih kekuningan, penggunaan pelarut alkali pada ekstraksi karagenan
mengahsilkan karagenan yang lebih putih dibandingkan dengan pengekstrak aquades.
Pada indera penciuman karagenan ini tidak memiliki aroma. Karena karagenan
hanya mendapat rendemen sebesar 0,2 gram maka kami tidak menggilingnya. Untuk
karakteristik teksturnya rapuh dan kering. Efek dari pengeringan menggunakan
oven menjadinya tekstur memadat hingga mencapai titik keringnya.
(Permen Jelly)
Dalam praktikum pembuatan permen jelly kami melakukan
tahapan sesuai jurnal praktikum, namun untuk setiap kelompok hanya penambahan
essence yang sesuai selera. Karakteristik mutu fisik dan kimia permen jelly rumput
laut yang sangat penting, berkaitan dengan proses penanganan.
Siapkan 200 gram rumput laut, rendam selama 15 menit
dan cuci bersih. Dimaksudkan untuk membuang bagian yang tidak diperlukan dari
rumput laut. Hancurkan dengan menggunakan blender (tambahkan 200 ml air). Dalam
tahapan ini rumput laut tidak perlu dipotong terlebih dahulu. Karena teksturnya
yang halus dan lembek memudahkan untuk dihancurkan. Masukkan ke dalam beaker/
panci lalu tambahkan 200 ml air; 320 ml sirup glukosa; 160 g sukrosa dan
essence. Namun pada kenyataannya, kami hanya menggunakan sirup glukosa sebanyak
225 gram. Dikarenakan persediaan dari laboran yang terbatas. Panaskan hingga
suhu 80oC dengan sumber api tidak terlalu besar, sambil diaduk
selama 20 menit (hingga terbentuk gel). Kesulitan untuk menjaga suhu agar
konstan kami hadapi, agak sedikit tinggi atau rendah. Sebaiknya menggunakan
heater agar suhu konstan. Kemudian masukkan ke dalam loyang (cetakan) diamkan 1
jam. Potong permen jelly ke dalam bentuk tertentu, kelompok kami memutuskan
untuk menaburkan campuran tepung tapioca dan gula halus terlebih dahulu. Lalu keringkan
dalam oven 60oC selama 2 jam (hingga kering).
Pengamatan sensori yang kami lakukan adalah rasa, rasa
permen jelly nya manis (-). Rasa manis berhubungan dengan ada atau tidaknya
karbohidrat dalam makanan. Ini kaitannya dengan glukosa, sukrosa atau fruktosa
dalam permen jelly. Penambahan gula sukrosa dalam pembuatan permen jelly
meningkatkan daya kelarutannya seiring dengan penambahan suhu dalam proses ini.
Tingkat leleh sukrosa pada suhu 160oC menimbulkan warna yang jernih
pada adonan, jika lebih dari itu akan menimbulkan warna kecoklatan. Kami tetap
menjaga warna agar tetap jernih dan suhu agar konstan sekitar 150oC. sukrosa dan sirup glukosa berperans sebagai
pembentuk rasa manis dan pengawet. Berkaitan dengan masa simpan permen jelly
yang akan semakin lama. Dalam pemanasan campuran sirup glukosa dan sukrosa akan
menghasilkan tekstur yang liat dan kekerasan cenderung menurun.
Tekstur
yang kami dapatkan dari praktikum ini lembut dan kenyal. Menurut studi
literature, permen jelly dibentuk teksturnya oleh gelatin. Karena ke-khasan
dari tekstur permen jelly merupakan nilai jual yang sangat tinggi, tidak
terlalu lembek atau halus. Elastisitas permen jelly rumput laut ini
dapat dipengaruhi oleh bahan pembentuk gel seperti gelatin yang akan memberikan
sifat yang kenyal seperti karet. Kombinasi yang optimal dari rumput laut dan
gelatin yang tepat akan memberikan elastisitas permen yang kenyal dan mempunyai
tekstur yang lembut. Karena praktikum ini tidak ada pemberian tambahan bahan
makanan dalam tujuan pembentukan tekstur. Maka optimalisasi penanganan rumput
laut saja yang menjadi dasar pembentukan tekstur. Karena tekstur yang didapat
hanya dari rumput laut, hasilnya kenyal dan halus. Sebaiknya setelah proses
penghancuran dan pencampuran dengan air 200 ml. Rumput laut disaring
menggunakan kain kasa supaya yang didapat hanya filtratenya saja. Karena ini
berefek kepada tekstur permen jelly yang akan lebih pada seiring lebih
rendahnya kada air pada rumput laut.
Warna yang didapat adalah warna hijau. Essence yang
ditambahkan sebanyak 0,2 gram. Sebaiknya penambahan warna menggunakan pewarna
alami klorofil dari tanaman. Misalnya menggunakan daun suji atau daun pandan
jika menginginkan warna hijau. Rendemen yang didapat adalah 367, seiring
penambahan filler yang besar maka rendemen akan bertambah besar pula. Namun
dalam hal penanganannya harus diperhatikan besaran perbandingan. Agar tidak ada
kekurangan dalam uji pengamatan sensori.
·
Fika
Awalia Rizki
(Karagenan)
Pada
praktikum pengolahan rumput laut menjadi karagenan digunakan metode ekstraksi
yang berbeda. Metode ekstraksi dengan alkali pada kelompok 1 dan 3 serta metode
ekstraksi dengan aquades pada kelompok 2 dan 4. Pada praktikum pertama
diperoleh hasil karagenan yang sangat sedikit rendemennya yaitu tidak mencapai
20% dari bobot semula. Disamping itu pada hasil ekstraksi ini diperoleh
perbedaan warna karagenan, penggunaan pelarut alkali pada ekstraksi karagenan
mengahsilkan karagenan yang lebih putih dibandingkan dengan pelarut aquades.
Berdasarkan
hasil yang diperoleh tdak sesuai dengan yang diharapkan maka kami melakukan
percobaan ekstraksi kembali dengan menggunakan sampel yang lebih banyak yaitu
60 gr namun percobaan ini tetap mengalami kegagalan yaitu diperoleh hasil
rendemen 0,2 gr dan juga warna yang tidak seputih pada praktikum pertama, warna
karagenan didapati putih kekuningan. Karagenan ini tidak memiliki aroma dan
tekstur awal sebelum digiling adalah rapuh dan setelah digiling adalah halus.
Jika
dilakukan study literature maka metode yang kami gunakan tidak berbeda dengan
literature yang ada yaitu perendaman rumput laut dalam akuades selama 15 menit.
Setelah itu disaring dengan kain kemudian rumput laut diekstraksi. Ekstraksi
dilakukan dalam erlenmeyer yang dipanaskan dalam shacker water bath. Mula-mula
pelarut dipanaskan terlebih dahulu, setelah mencapai suhu 90oC
rumput laut dimasukkan dan waktu ekstraksi mulai dihitung. Rasio rumput laut
kering – pelarut adalah 1:30 (g/mL). Volum pelarut dijaga konstan dengan cara
menambahkan akuades panas setiap saat. Setelah waktu tertentu, ekstraksi
dihentikan dengan cara filtrat dipisahkan dari ampas rumput laut. Filtrat ini
ditampung ke dalam gelas beker yang berisi etanol teknis 90% dengan 3 kali
volum filtrat, sambil diaduk sehingga terbentuk serat-serat hidrokoloid (serat
karagenan). Setelah didiamkan sekitar 30 menit, serat ini disaring dan dicuci
dengan akuades sampai air cucian ber-pH netral. Karagenan basah dikeringkan
dalam oven 60oC sampai beratnya konstan sehingga diperoleh karagenan
kering (kertas karagenan).
Namun
sepertinya terdapat salah pemahaman sehingga kami menggunakan ampas (rumput
laut yang telah diekstraksi) yang kami kira itu adalah filtrate untuk proses
filtrasi ke 2 sehingga rendemen yang dihasilkan sangat sedikit. Ketika
percobaan kedua dilakukan kami hendak melakukan filtrasi terhadap cairan namun
karena etanol yang tersedia hanya sedikit sehingga kami memutuskan untuk
menggunakan rumput laut yang telah diekstrak bukan cairannya. Mungkin hal
inilah yang membuat rendemen tidak meningkat walaupun menggunakan sampel yang
telah ditambah.
Pada
percobaan pertama dilakukan pengecilan ukuran yang sangat kecil dan percobaan
kedua dilakukan pengecilan ukuran yang tidak terlalu kecil, namun rendemen yang
dihasilkan tetap sangat kecil yaitu tidak mencapai 1%. Seharusnya pengecilan
ukuran yang efisein yaitu sangat kecil akan menghasilkan rendemen yang lebih
besar. Karena pengecilan ukuran dilakukan supaya ekstraksi dapat dilakukan
dengan mudah sehingga karagenan yang diharapkan lebih mudah untuk keluar. Salin
itu perbedaan pelarut akan menghasilkan rendemen yang berbeda. Hal ini
dikarenakan unsur kation Na+ dari NaOH akan bersenyawa dengan
rangkaian polimer karagenan yang akan memberikan tambahan berat pada rendemen
karagenan yang dihasilkan sehingga diperoleh rendemen yang lebih berat pada
pelarutan oleh alkali.
(Pengolahan
Permen Jelly)
Pengolahan
rumput laut menjadi permen jelly menggunakan perlakuan yang sama pada tiap-tiap
kelompoknya, kecuali pemberian essence. Proses pembuatan permen jelly ini
mula-mula perendaman rumput laut selama 15 menit dengan aquades, kemudian
dihancurkan dengan menggunakan blender dan ditambahkan sirup glukosam sukrosa
dan essence. Setelah itu dipanaskan hingga suhu 80oC selama 20 menit
hingga terbentuk gel dan ketika gel sudah terbentuk maka dimasukkan kedalam
loyang dan diamkan 1 jam setelah itu potong permen jellu dipotong-potong dan
diberi gula tepung ataupun tapioca. Berdasarkan metode tersebut diperoleh
permen jelly dengan sensori yang berbeda pada kel 1 dan 3 permen jelly memiliki
tekstur yang sangat kenyal dan tidak padat dibandingkan dengan kelompok 2 dan
4.
Hal
ini dikarenakan kelompok 1 dan 3 memberikan gula tepung sebelum dioven sehingga
gula mencair dan mengenai permukaan permen jelly sehingga tekstur permen jelly
lebih ‘lembek’ dan tidak mengeras. Disamping itu salah satu factor yang
menentukan tekstur permen jelly rumput laut adalah tingkat kekerasan gel permen
jelly. Kekompakan tekstur permen jelly diduga dipengaruhi oleh zat-zat gizi,
terutama oleh kalium dan kandungan air dalam permen jelly itu sendiri. Pada beberapa literature pembuatan permen
jelly biasanya ditambahkan garam KCL hal ini dilakukan untuk meningkatkan
kekuatan gelnya. Kondisi produk yang tidak terlalu keras dapat disebabkan masih
terdapatnya kandungan air yang tersisa dalam jumlah yang ideal setelah proses
pemasakan sampai kalis, dimana air tersebut berperan dalam pembentukan gel.
Pada proses pembentukan gel adanya ikatan antar rantai polimer membentuk tiga
dimensi yang dapat mengembang karena menyerap air secara osmosis sehingga
berubah menjadi zat padat yang dapat mempertahankan bentuknya dan memiliki
respon yang elastis bila ditekan. Selain itu penambahan sukrosa dapat
mempengaruhi tekstur permen, karena sukrosa mampu mempengaruhi pembentukan gel.
Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah yaitu konsentrasi gula sekitar
60-65%. Pemanasan sukrosa menyebabkan gula terurai menjadi glukosa dan fruktosa
yang disebut gula invert. Sukrosa yang mengalami proses pemanasan berlanjut
akan mengalami kristalisasi gula. Gula kristal berfungsi untuk proses
kristalisasi balik adonan permen sehingga diperoleh produk akhir berupa
padatan. Pencegahan proses kristalisasi dapat dilakukan dengan mengkombinasikan
pemakaian sukrosa dengan monosakarida seperti glukosa dam fruktosa. Penggunaan
glukosa dan fruktosa dalam pembentukan gel akan menghasilkan tekstur yang lebih
liat, tetapi sifat kekerasan permen cenderung menurun. Penggunaan campuran
sirup Glukosa yang optimum akan menghasilkan kekenyalan, kekerasan dan rasa
manis yang disukai, namun pada jumlah sirup Glukosa yang tetap peningkatan
sukrosa dapat menyebabkan permen menjadi keras.
Aroma
yang dihasilkan adalah aroma rumput laut dan aroma gula. Aroma gula tersebut
merupakan aroma yang didominasi oleh aroma karamelisasi pada larutan sukrosa
yang melebur pada proses pemasakan sampai kalis. Bila larutan sukrosa diuapkan
maka konsestrasi meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaaan tersebut
akanmen terus berlangsung sampai seluruh air menguap. Bila keadaan tersebut
telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan terdiri
dari air tetapi cairan sukrosa yang melebur. Bila gula yang mencai terus
dipanaskan maka mulailah terjadi karamelisasi. Aroma rumput laut ini diperoleh
dari mineral-mineral yang dikandung rumput laut sehingga menghasilkan aroma
rumput laut.
Rasa
yang diperoleh adalah manis, hal ini dikarenkan penambahan sukrosa dan sirup
glukosa pada pembuatan permen jelly. Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan
atau tingkat kadar kemanisan suatu bahan pemanis. Intensitas rasa manis
berkaitan dengan nilai relatif rasa manis yang sama maupun yang berbeda antara
masing-masing bahan pemanis. Masing-masing pemanis berbeda kemampuannya untuk
merangsang indera perasa. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan
pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah suhu dan sifat
mediumnya (cair atau padat). Nilai intensitas rasa manis biasanya diukur dengan
membandingkannya dengan kemanisan sukrosa 100% (Cahyadi, 2009).
Warna
yang diperoleh adalah hijau, hal ini dikarenakan pemberian essence pandan pada
adonan permen jelly. Disamping itu warnanya pun jernih namun ada sebagian serat
dari rumput laut yang telihat hal ini dikarenakan penghalusan yangtidak terlalu
halus. Selain itu penambahan sirup glukosa dapat membuat warna permen jelly
jadi lebih baik. Menurut Anonymousb (2007), keuntungan penggunaan sirup
glukosa dalam pengolahan terutama dalam permen dapat memperbaiki viskositas,
kecemerlangan warna menjadi lebih baik, memperbaiki ketahanan (keawetan) produk
akhir diantaranya tahan disimpan lebih lama, kesegaran lebih terjamin dan
mencegah kristalisasi gula.
·
Liling
Dwi Harini
(Karagenan)
Rendemen merupakan salah satu parameter penting
dalam menilai efektif tidaknya proses pembuatan tepung karaginan. Efektif dan
efisiennya proses ekstraksi bahan baku untuk pembuatan tepung karaginan dapat
dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Perhitungan rendemen dilakukan
untuk mengetahui persentase karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering
yang digunakan berdasarkan umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi (Soediro, 1998) .
Rendemen
yang dihasilkan dalam proses estraksi karaginan memiliki kadar 0,2
gram. Hasil tersebut menunjukkan
hasil yang kurang optimal untuk jumlah berat kering. Kurang banyaknya karaginan
yang didapatkan disebabkan adanya proses ekstraksi karaginan yang tidak
sempurna, sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah karaginan yang di dapat. Adapun penelitian yang dilakukan salah prosedur,
harusnya air dari proses ekstraksi lah yang digunakan bukan rumput lautnya itu
sendiri.
Sehingga hasilnya tidak sesuai dengan standar persyaratan minimum rendemen
karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu sebesar 25
%. Semakin besar bobot rendemen karaginan maka semakin bagus kualitas dan standar mutunya.
Hampir dari setiap kelompok jelas terlihat memiliki nilai – nilai rendemen
karagenan yang sama. Rendemen karagenan yang diperoleh rata-rata
sebanyak 1-2%. Setiap kelompok
memiliki nilai yang hampir sama ada beberapa
faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah kehati – hatian saat melakukan
pengeringan, ketelitian saat melakukan penimbangan, dan jenis rumput laut yang
diekstraksi. Rumput laut jenis Euchema spinosum dan rumput laut jenis Kappaphycus
alvarezii atau Euchema cottoni berpengaruh pada rendemen akhir yang dihasilkan.
Euchema spinosum memiliki kadar karagenan yang lebih banyak dari pada
Kappaphycu salvarezii.
Selain itu perbedaan dalam melakukan proses ekstraksi seperti saat melakukan pemansan akan mempengaruhi jumlah penerimaan panas, yang akhirnya berpengaruh pada putusnya susunan rantai ester sulfat. Putusnya susunan rantai ester sulfat akan berpengaruh pada sifat gelasi, sedangkan sifat gelasi berpengaruh pada viskositasnya.
Selain itu perbedaan dalam melakukan proses ekstraksi seperti saat melakukan pemansan akan mempengaruhi jumlah penerimaan panas, yang akhirnya berpengaruh pada putusnya susunan rantai ester sulfat. Putusnya susunan rantai ester sulfat akan berpengaruh pada sifat gelasi, sedangkan sifat gelasi berpengaruh pada viskositasnya.
Warna yang dihasilkan putih kekuningan. Aroma rumput laut (-). Teksturnya
kering rapuh. Berdasarkan hasil penelitian jumlah bobot karagenan tidak dapat di ukur
bahkan hampir habis. Bukan berbentuk tepung namun masih berbentuk rumput laut.
Hal itu disebabkan salah dalam pengambilan sampel ekstraksi. Adapun menurut
literatur yang dibaca bahwasannya penambahan KOH sangat penting untuk
menetralkan PH agar bercampur seimbang. Adapun rumput laut sebelum diekstrak
sebaiknya diblender terlebih dahulu agar terekstrak sempurna. Penambahan NaCl
berfungsi untuk mengendapkan hingga berwarna putih. Penambahan alkohol 98%
berfungsi untuk mengendapkan warna coklat sehingga terbentuk filtrat.
(Permen
Jelly)
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan permen jelly rumput laut ini diantaranya timbangan yang berguna untuk menimbang berat bahan-bahan yang akan digunakan. Kompor untuk
memanaskan bahan-bahan yang akan digunakan. Baskom untuk wadah
pembuatan bahan. Wajan untuk menyatukan bahan yang akan
dibuat. Spatula untuk
menyatukan bahan-bahan yang akan dibuat. Nampan
kecil untuk wadah bahan-bahan yang akan
digunakan. Oven untuk mengeringkan rumput laut. Blender untuk
menghaluskan rumput laut. Sendok untuk
mengambil bahan-bahan yang akan digunakan. Pisau untuk
mengecilkan ukuran rumput laut agar mempermudah
saat proses pengolahan.
Rumput laut yaitu bahan yang
akan di buat menjadi Jelly. Gula pasir untuk memberi
rasa manis pada Jelly. Sirup/glukosa cair untuk menambah
rasa pada Jelly. Air untuk
mencampur bahan yang akan digunakan.
Dalam pembuatan jelly rumput laut langkah pertama yang dilakukan adalah
menyiapkan bahan utamanya yaitu rumput laut. Rumput laut yang digunakan adalah
rumput laut merah. Rumput laut tersebut kemudian dicuci hingga bersih
supaya kotoran yang menempel hilang. Selanjutnya rumput laut diblender sampai
halus, tujuannya adalah supaya mudah dihomogenkan saat dimasak dan dibuat
jelly. Ditambahkan air dengan perbandingan air dan rumput laut adalah 1:1. Penggunaan
air yang sedikit hanya untuk pelarut saja dan supaya adonan jelly tidak hangus.
Kemudian ditambahkan gula dan essence secukupnya sebagai perasa manis. Diaduk
sampai kental. Dalam pengadukan yang perlu diperhatikan adalah api kompor tidak
boleh terlalu besar karena dikhawatirkan adonan bisa cepat hangus. Setelah itu
didinginkan selama 1 jam pada suhu kamar. Hal ini bertujuan supaya adonan jelly
mengeras dan memadat teksturnya sehingga tidak rusak saat dioven. Jelly yang
sudah didinginkan kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 600C sampai memadat kurang lebih selama 2 jam.
Pengeringan dalam oven diharapkan dapat mengurangi kadar air yang terkandung
dalam adonan sehingga dihasilkan tekstur permen jelly yang diinginkan.
Pembuatan permen jelly rumput laut ini dimaksudkan untuk meningkatkan
nilai tambah rumput laut dan diversifikasi olahan rumput laut. Pembuatan jelly dilakukan
dengan mencampur gula atau glukosa dengan rumput laut yang dapat membentuk gel
dan menyerap air sehingga dapat mempengaruhi tekstur permen jelly yang dibuat.
Bahan lainnya yang digunakan adalah fruktosa cair.
Berdasarkan hasil penelitian
pembuatan permen jelly didapatkan tekstur permen lembek tidak keras elastis,
hal itu disebabkan oleh perbandingan air dan rumput laut 1:1, sedangkan dilihat
dari tinjauan pustaka bahwasannya perbandingan formulanya adalah 1:6, sehingga
teksturnya menjadi baik kuat kenyal. Selain itu rumput laut yang telah dibersihkan harusnya dikeringkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan supaya kadar air yang ada pada
rumput laut berkurang. Menunggu rumput laut dikeringkan, disiapkan larutan
kapur (CaO) untuk merendam rumput laut. Selanjutnya rumput laut direndam dalam
larutan kapur selama semalaman dengan mengganti airnya sebanyak 3 kali. Tujuan
perendaman dengan larutan kapur adalah untuk memucatkan warna rumput laut serta
membuat rumput laut menjadi kenyal. Kekenyalan
rumput laut berpengaruh pada tekstur akhir permen jelly. Dan hal tersebut tidak
dilakukan saat praktikum.
Warna yang dihasilkan hijau,sedangkan kelompok yang lain berwarna coklat
redup kemerahan. Hal itu diakibatkan oleh penambahan esssense yang berbeda.
Aroma rumput laut yaitu harum gula (+), teksturnya kenyal lembut, rasanya manis
dan rendemen yang dihasilkan 275 gram.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-
Dari hasil praktikum karagenan diperoleh
bahwa semakin besar konsentrasi NaOH dan penggunaan pengendap maka semakin
besar pula rendemen.
-
Hasil ekstraksi berupa ekstrak adalah
cairan (solvent), karena rumput laut hasil ekstraksi merupakan residu.
-
Pembuatan permen jelly sangat
dipengaruhi oleh kadar glukosa atau sukrosa serta kadar air dalam adonan, jika
tidak memakai gelatin
5.2 Saran
-
Memperhatikan prosedur kerja yang baik
dan benar
-
Menyediakan alat dan bahan praktikum
yang cukup dan memadai sebelum jadwal praktikum dimulai
DAFTAR PUSTAKA
Ali S. 1987.
Aspek-aspek fisika kimia serta proporsi bahan-bahan pembentuk gel dalam
pengolahan permen jelly (skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Hidayat N,
Ikarisztiana K. 2004. Membuat Permen Jeli. Surabaya: Agrisarana.
Aslan LM. 1999. Budidaya Rumput Laut.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Atmadja WS, Kadi
A, Sulistijo, Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia.
Jakarta: PUSLITBANG Oseanologi. LIPI.
Ratnawulan A.
2005. Pengaruh penggunaan tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)
terhadap mutu makanan khas jenang kudus [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Tress. 2003.
Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii untuk peningkatan kadar iodium
dan serat pangan makanan jajanan tradisional [skripsi]. Bogor: fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Karagenan
|
|
|
|
|
|
|
|
Permen Jelly
|
|
|
|
|
|
|
No comments:
Post a Comment